Get my banner code or create your own banner

Go Blog!!!

The journey of a thousand miles begins with one step - Lao Tzu (600 BC-531 BC)

Monday, August 13, 2007

Restoran 1001 Santai Malam, Kelapa Gading

Sabtu, 11 Agustus 2007, 13:30

Perburuan restoran seafood di Batavia kembali digelar. Kali ini kami menyambangi restoran seafood 1001 Santai Malam di Kelapa Gading, tepatnya di deretan ruko seberang Mal Kelapa Gading. Cukup banyak obrolan dari mulut ke mulut maupun di dunia maya yang mengatakan inilah salah satu restoran seafood terbaik di Jakarta. Let’s give it a try.

Kami datang ke lokasi berenam. Pesanan kami hari itu:

1 Porsi Kepiting Telur Saus Tiram (2 ekor)

2 Porsi Kerang Dara Rebus

2 Porsi Kerang Hijau Saus Padang

1 Porsi Kepiting Soka Goreng Tepung (2 ekor)

1 Porsi Udang Api Goreng Kering

2 Porsi Kangkung Cah Tauco

7 Nasi Putih

4 Es Teh Manis

1 Es Jeruk

1 Teh Tawar Panas

Analisa #1 - Kepiting Telur Saus Tiram:

Kepiting tidak terlalu besar, yang mana hal tersebut normal karena ukuran kepiting telur memang lebih kecil daripada kepiting jantan. Tidak ada yang istimewa dari saus tiramnya, bahkan cenderung terlalu manis untuk lidah saya, tidak tahu bagi yang lain. Telur yang memenuhi cangkang menjadi nilai plus, namun daging di capit yang sulit dikelupas menjadi nilai minus.

Analisa #2 - Kerang Dara Rebus:

Rasa kerang cukup segar karena direbus dengan menggunakan rempah-rempah yang cukup terasa. Nilai minus diberikan karena tidak disediakannya saus nenas + kacang yang menjadi teman wajib kerang rebus.

Analisa # 3 - Kerang Hijau Saus Padang:

Kerenyahan daging kerang yang disajikan sangat pas, crunchy namun tetap terasa daging kerang dan tidak menjadi seperti keripik. Saus padangnya tidak seperti saus padang kebanyakan. Sekali lagi, terlalu manis. Tidak ada sensasi pedas yang terbayangkan ketika kata saus padang disebutkan. Not recommended.

Analisa #4 - Kepiting Soka Goreng Tepung:

Pertama kali makanan tiba di meja, kami terkecoh dengan tampilan kepiting soka goreng tepung yang lebih mirip cumi goreng tepung. Rasa tepung yang membalut kepiting bisa dibilang biasa saja. Harus diakali dengan celupan di saus sambal agar lebih terasa. Kalau boleh membandingkan, rasa kepiting soka di 1001 Santai Malam masih kalah jauh dengan rasa kepiting soka di restoran Rasane.

Analisa #5 - Udang Api Goreng Kering:

Ukuran udang api yang kecil menjadi lebih kecil lagi saat digoreng kering. Kurang berkesan.

Analisa #5 - Kangkung Cah Tauco:

Bumbu tauco terlalu ‘membanjiri’ kangkung, ditambah potongan cabai merah dan hijau yang besar-besar yang dapat menjadi ‘ranjau’ bagi mereka yang tidak menyukai pedas a la potongan cabai.

Overall:

Total perburuan seafood siang itu menghabiskan biaya sebesar Rp. 402.000,- atau Rp. 67.000,- per orang. Satu porsi kepiting mengambil jatah terbesar, yaitu sekitar Rp. 120.000,-. Untuk kualitas makanan yang tidak terlalu istimewa, harga tersebut bisa dibilang mahal.


Read more!

Thursday, August 09, 2007

Dislocated Shoulder

After whole year vacuum of dribbling -and -faking -and -blocking -and -jumping -and -shooting -and -rebounding, finally last night I somehow managed to do the two sessions of 5 on 5 full court basketball game. The rule was simple. In the first session, the first team to score 10 balls will be the winner.

Short of breath…was the feeling that I felt during the first 5 minutes of my first session. This heavyweight one-packed belly-jelly and fat-ass really barred me from doing my potential..well..I used to have potential. But it wasn’t that bad after all. Though we lost, we did score 7 points, and I made 3 of them.

The second session was my nightmare. The rule has changed. The stake has been raised, from 10 points to 20! Oh my…

We started the session slowly. And it costed us much. The opposite played us down 4 or 5 - 0 (couldn’t remember) during the first 5 minutes of game. And the worst was that they seemed to, literally, challenge our physical disadvantage during this session. Many points came from fast-break and second-chance. We couldn’t run, we couldn’t jump, and we couldn’t - once again - breath. Lacking concentration due to lack of oxygen in my brain, I wrecked my ankle after misjudged the landing. Gosh, I thankful the God that I wore my ankle-supporter so I could recover from the fatal injury at that very moment.

5 minutes later after that, the other incident occurred to me. One big guy suddenly appeared from nowhere when I was ready to rebound. Ouch! We bumped each other. But hey, he seemed not to worry with the collision and ran away. Me? Darn, my shoulder…it hurts much. It hurts when I sleep, it hurts when I walk, and got worst when I take a shower since the limitation of movement of my left arm. We lost the game 20-17, thanks to my superbly-performed teammates that could catch up with enemy’s run-off.

I really really need someone who could relocate my shoulder to its original position…


Read more!

Monday, August 06, 2007

You Get What You Pay

Setelah sekian lama dimanjakan oleh tayangan langsung siaran-siaran olahraga mancanegara secara gratis, publik Indonesia akhirnya harus menyerah oleh kekuatan ekonomi paling mendasar, you get what you pay. Terhitung sejak 11 Agustus 2007, penggemar Liga Inggris di tanah air yang tak memiliki saluran televisi berlangganan harus bersiap gigit jari. Ya, karena hak siar Liga Inggris kini telah dikantungi oleh Astro, dus, siaran Liga Inggris hanya akan dapat dinikmati bagi pelanggan Astro.

Vice President Corporate Affairs Astro kepada DetikSport mengatakan bahwa Astro akan menyiarkan keseluruhan 370 pertandingan dari 20 tim di Liga Premier melalui 4 saluran, yaitu ESPN, Star Sports, serta GoalTV1 dan GoalTV2. Lantas berapakah jumlah uang yang harus dibayarkan untuk dapat menikmati tayangan Liga Inggris tersebut? Astro mematok biaya paket sebesar Rp. 150.000 ketika mulai berlangganan dan mendapat paket saluran standar (Astro Kirana, Celestial Movies, Cinemax, HBO dan Star Movies). Nah, bagi yang hendak menonton Liga Inggris harus merogoh kocek lagi sebesar Rp. 50.000 untuk mendapat tambahan paket Arena (Astro Supersport, Star Sports, ESPN, GoalTV1 dan GoalTV2). Total, Rp. 200.000 / bulan. Harga belum termasuk biaya pemasangan Rp. 200.000.

Liga Inggris memang telah menjadi magnet bisnis, yang imbasnya juga terasa ke negara berkembang seperti Indonesia. Harga hak siar Liga Inggris di luar Inggris Raya dan Irlandia yang konon mencapai nilai 625 juta poundsterling untuk 3 musim, atau sekitar 1,23 miliar dollar AS, tentu membuat stasiun televisi lokal berpikir seribu kali untuk menayangkan Liga Inggris. Dengan kurs Rp 9.000 per dollar AS, nilai itu sekitar Rp. 10,8 triliun, atau Rp. 3,6 triliun per musim, atau Rp. 75 miliar per pekan untuk menikmati Liga Inggris. Harga yang fantastis. Bandingkan dengan hak siar Liga Indonesia 2007. ANTV memenangkan tender hak siar Liga Indonesia dengan harga “hanya” Rp. 10 miliar/ tahun untuk jangka waktu 10 tahun.

Bagi mayoritas masyarakat yang terbiasa menyaksikan siaran sepakbola secara gratis di layar kaca, keputusan mendadak tersebut tentu terasa sangat mengejutkan. Apalagi masyarakat Indonesia baru saja mengalami euphoria sepakbola yang sangat hebat pasca digelarnya Piala Asia 2007. Mereka tentu menginginkan adanya kontinyuitas tayangan sepakbola sebagai media hiburan alternatif secara murah, kalau tak mau dibilang gratis.

Memang masih ada liga-liga sepakbola Eropa lain yang sudah dijanjikan akan ditayangkan oleh stasiun televisi lokal, seperti Liga Spanyol dan Liga Champions Eropa yang akan ditayangkan oleh RCTI, serta Liga Italia yang akan ditayangkan oleh Trans7, yang sebelumnya merupakan pemegang hak siar English Premier League di Indonesia.

Suka atau tidak suka dengan kebijakan tersebut, harus diakui jajaran Astro memiliki naluri bisnis yang sangat tepat. Jutaan penggila bola di tanah air dengan sangat terpaksa akan “merelakan” uang sebesar Rp. 200.000/bulan demi tidak kehilangan aksi-aksi brilian Wayne Rooney, Steven Gerrard, dan Didier Drogba di layar kaca rumah mereka. Seorang penggemar sepakbola seperti saya tentu akan mencari cara-cara apapun agar dapat menyaksikan Liga Inggris secara langsung, bukan sekedar mengetahui hasil pertandingan melalui internet. Hal inilah yang secara intuitif mampu diendus dan dieksploitasi oleh Astro.

Meskipun sempat memperoleh informasi bahwa grup telekomunikasi PCCW milik Richard Li di Hong Kong pernah menawar 10 juta pounsdterling (sekitar Rp 170 miliar) untuk mendapatkan hak siar dari televisi kabel lokal, yang mana asa terus tetap menggebu akankah suatu hari salah satu stasiun televisi lokal mengikuti jejaknya, mungkin inilah saatnya kita dapat menerima adagium “you get what you pay”.

Read more!