Get my banner code or create your own banner

Go Blog!!!

The journey of a thousand miles begins with one step - Lao Tzu (600 BC-531 BC)

Thursday, June 07, 2007

The Great Escape: 1 Night in Danau Toba

1 Week before - Rutinitas bekerja dapat membuat para kaum pekerja kantoran di Jakarta merasa cepat lelah, tak ada motivasi bekerja, dan kehabisan ide-ide segar setiap harinya. Ketika itu masih bulan Mei, tak sengaja terlihat kalender bulan Juni dengan tanggal merah jatuh di hari Jumat, 1 Juni 2007. Oleh sebab itulah saya segera menyambar kesempatan liburan yang di depan mata. Tiket pesawat langsung dipesan secara on-line, hotel di Danau Toba segera di-”amankan”, dan moda transportasi dipersiapkan.

Jumat, 1 Juni 2007

06.00 - Berangkat dari Soekarno-Hatta International Airport, Jakarta

07.30 - Adrenalin untuk merasakan naturalitas kekayaan alam bumi pertiwi memuncak ketika pilot dengan sengaja mengarahkan penerbangan ke sebelah timur Danau Toba, dan dari jendela pesawat terlihatlah hamparan air yang sangat luas yang mengelilingi Pulau Samosir dibalut kabut pagi yang menyelimuti jajaran pegunungan Bukit Barisan.


08.15
- Menginjakkan kaki di Polonia International Airport, Medan. Mobil sewaan lengkap dengan driver, Pak Pardosi Siagian, telah menanti di gerbang kedatangan di Polonia. Perut pun sontak berkeroncong, maklum, tidak sempat sarapan sejak pagi. Tujuan utama di kota Medan, sarapan!

08.30 - Kami pun meluncur menuju restoran yang menjual makanan kari ayam bihun, di perempatan Jl. Mangkubumi. Rasa gurih dan aroma kari yang kental membalut kelembutan bihun dan daging ayam kampung terasa sangat nikmat di lidah di pagi itu. Minumnya, es Badak, minuman sarsaparila bersoda khas Medan mampu menyegarkan rasa kantuk ketika harus bangun pagi untuk menuju ke Bandara lima jam sebelumnya.


10.00
- Tanpa membuang waktu, kami langsung berangkat ke Danau Toba. Tanjung Morawa, Lubuk Pakam, Perbaungan, Bengkel, Tebing Tinggi kami lalui dengan mengobrol sepanjang perjalanan.

12.30 - Menjelang masuk kota Pematang Siantar, kami memutuskan untuk singgah mengisi perut di sebuah restoran yang menyajikan makanan khas burung puyuh goreng. Lezat? Ah, itu sih tak perlu dipertanyakan. Dijamin ketagihan!

13.30 - Tanpa membuang waktu, perjalanan kembali dilanjutkan. Sekitar 15 km menjelang sampai di kota Parapat – kota di pinggir Danau Toba – keelokan danau ini menyergap di kejauhan. Meskipun sudah lima kali berkunjung ke danau ini, selalu ada perasaan takjub, terkesima tak berkesudahan ketika menyaksikan panorama Danau Toba yang di-klaim sebagai danau terluas di Asia Tenggara. Tak sabar rasanya kaki ini ingin menjejakkan diri di tepian danau yang anggun tersebut.


15.00
- Kami tiba di Parapat tepat ketika Ferry KMP Tao Toba II masih berjarak selemparan batu. Untuk menunggu Ferry KMP Tao Toba II berikutnya yang akan menyeberangkan kami ke Pulau Samosir pada pukul 17.30, kami memutuskan untuk sejenak melihat-lihat ke toko cideramata yang ada di kota Parapat.

17.30 - KMP Tao Toba II perlahan tapi pasti mulai bergerak dari pelabuhan Ajibata ke arah barat untuk menuju pelabuhan Tomok di Pulau Samosir. Penyeberangan memakan waktu sekitar 45 menit, namun pemandangan yang disuguhkan benar-benar mampu membuai siapapaun yang tengah berada di atas kapal saat itu. Temaram sinar matahari terbenam di ufuk barat menambah suasana dramatis penyebrangan kali itu. Kapal angkut penumpang orang yang mendahului ferry kami menjadi objek empuk kamera saku Sony Cybershot yang selalu setia menemani.


18.30
- KMP Tao Toba II (Tao = danau, red) merapat di dermaga Tomok, Kabupaten Samosir. Sekitar 40-an kendaraan yang diangkut bergerak perlahan keluar dari perut ferry, kebanyakan langsung mengarah ke kawasan Tuk Tuk, pusat pariwisata di Pulau Samosir. 9 tahun sejak terakhir menginjakkan kaki di pulau ini, kemajuan sangat terasa dengan melihat sarana akomodasi (penginapan, restoran) yang menjamur a la kawasan pariwisata di pulau Bali. Lebih dari 40 lokasi penginapan bertebaran di sepanjang jalan lintas Tuk Tuk, diselingi sejumlah restoran dan café yang menawarkan suasana hutan hujan tropis dan menyajikan segala makanan, mulai dari western food, chinese food, makanan khas Batak, hingga makanan bagi kaum muslim.

19.00 - Penginapan yang kami pilih adalah Hotel Toledo Inn 2. Kamar yang kami tempati berukuran besar, sekitar 4x6 m dengan kamar mandi dalam. Tak tersedia televisi di dalam kamar..well, siapa yang butuh menonton TV kalau memang tujuan kita berlibur adalah melarikan diri dari segala keriuhan di dunia luar sana. Just enjoy the lake!

Sebetulnya pilihan utama kami adalah Hotel Carolina yang memiliki scenic view dan pantai berpasir landai di tepi danau Toba. Namun apa daya, hampir seluruh kamar hotel di Danau Toba saat itu fully-booked. Maklum, kedatangan kami bersamaan dengan sedang dilaksanakannya Lake Toba Eco Sport Festival III” dan liburan panjang. Kami pun memutuskan untuk beristirahat sejenak seraya membasuh diri setelah menempuh perjalanan panjang dari Jakarta.

19.30 - Setelah menyegarkan diri, tubuh ini serasa tak ingin berlama-lama berada di kamar hotel untuk segera mengeksplorasi kawasan Tuk Tuk. Untuk makan malam kami memilih bersantap di restoran Rumba, restoran yang menyajikan pizza TERBAIK di Indonesia. Terbaik? Ya, terbaik. Bukan hanya di Tuk Tuk, Danau Toba, atau se-Sumatera Utara, tapi, ya, terbaik di Indonesia. Kata-kata mungkin tak cukup menggambarkan kelezatan pizza tersebut. Lelehan keju di atasnya, kerenyahan roti tipis a la pizza di Eropa dipadu topping segar benar-benar membuat air liur tak terkendali. Pemilik restoran ini adalah seorang wanita penduduk asli Danau Toba yang bersuamikan seorang berkebangsaan Swiss, yang menurunkan ilmu membuat pizza lezat tersebut.

Dengan harga sekitar Rp.30.000, pengunjung dapat merancang sendiri pizza dengan topping yang diinginkan. Kami memilih pizza beef + mushroom + onion, pizza tuna + pineapple, fish & chips ditemani segelas bir dingin. Paduan yang serasi!! Turis lokal dan asing berbaur memadati seluruh 7 meja yang terdapat di restoran Rumba. Cuaca sejuk khas pegunungan, semilir angin yang membawa aroma air danau, pizza lezat, segelas bir dingin, musik khas Batak yang mengalun dari sound system restoran.. What a Life!!

21.30 - Meskipun hati ini terasa berat untuk meninggalkan restoran, tubuh ternyata sulit diajak kompromi. Reaksi kimia dan psikologis yang ditimbulkan oleh paduan makanan lezat dan alunan musik benar-benar membuat mata ini terasa berat. Ah, serasa tak ingin waktu cepat berlalu. Kami pun memutuskan untuk kembali ke hotel untuk menyiapkan fisik karena masih banyak yang akan dilakukan keesokan harinya. Good night, and sleep tight!

Sabtu, 2 Juni 2007

06.30 - Matahari pagi menyeruak dari sela jendela kamar yang tak tertutup tirai. Deburan ombak air danau yang memecah dermaga di bibir pantai penginapan menjadi alarm yang menandakan bahwa kami harus segera bangun untuk menikmati Danau Toba di pagi hari. Begitu pintu kamar terbuka, kami disuguhi pemandangan yang tak akan terlupakan. Hamparan danau yang luas terhampar bak permadani tepat di depan kamar. Udara pagi terasa bersih saat kuhirup perlahan-lahan melewati rongga hidung, tenggorokan, terus masuk ke paru-paru dan menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Pantulan sinar matahari di permukaan danau nan indah, terasa menyegarkan, benar-benar terlupakan segala hiruk pikuk di Jakarta.

07.00 - Air danau terasa sejuk, tidak terlalu dingin, ketika kucelupkan kaki ke dalam air danau. Sontak seluruh badan secara otomatis, tanpa terkontrol, otak menginstruksikan untuk menceburkan diri ke dalam danau. Tenang…manghanyutkan…menyegarkan!!!


08.00 - Sarapan nasi dan mie goreng plus teh hangat disajikan di teras kamar, tepat di pinggir pantai. Setelah puas berenang di danau terbesar di Asia Tenggara tersebut, dilanjutkan mandi air hangat di kamar hotel, perut pun tak bisa diajak kompromi. Seluruh porsi makanan ludes dalam waktu singkat, meskipun rasa yang ditawarkan tak bisa dibilang spesial.

09.00 - Kami mulai bergerak menyusuri kawasan Tuk Tuk untuk melihat-lihat berbagai kerajinan khas Batak yang dijajakan di sepanjang jalan. Sayang, satu toko yang menjadi target incaran kami, Populo, belum buka. Kami pun memutuskan untuk tidak membuang waktu dan mulai bergerak ke desa Ambarita untuk mengunjungi objek wisata Huta Siallagan.




09.30 - Kami tiba di Ambarita, lokasi objek wisata “batu pengadilan”. Setelah membayar retribusi kompleks wisata sebesar Rp. 2000 / orang (yup, Rp. 2000), dengan dipandu seorang guide kami berkeliling lokasi desa tradisional dimana raja-raja Batak terdahulu tinggal. Di desa inilah terdapat mekanisme pengadilan kuno. Terdakwa sebelum diadili dipenjara di Schand Blok (pemasungan) untuk kemudian dijatuhi hukuman maksimal penggal. Bagi para shopping-mania, di desa ini juga terdapat puluhan toko souvenir yang menjual pernak-pernik Danau Toba. Tapi awas, beberapa penjual sangat agresif terutama terhadap turis non-Sumatera (Jakarta, Jawa, Malaysia), dan tak segan mengomel jika kita tidak jadi membeli. Intinya, jangan mudah terpancing dengan rayuan. Teliti sebelum membeli, dan tawar ½ harga!!


10.30
- Berhubung kami mengejar Ferry pukul 13.00, kami tidak berlama-lama di Huta Siallagan dan langsung menuju Huta Bolon Simanindo untuk menonton pertunjukan tari khas batak yang menampilkan patung kayu “Sigale-gale”. Tiket di lokasi wisata ini cukup mahal, Rp. 30.000/orang. Tapi hal itu tentu tidak menjadi masalah, mengingat kita juga harus mengapresiasi kesenian bangsa sendiri, bukan? Tempat ini sudah sangat well-established dan well-prepared untuk menyambut turis-turis mancanegara. Buktinya mereka menyediakan lembar informasi pertunjukan dalam berbagai bahasa seperti Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, dan Cina.

Sesi atraksi tarian ini juga dibuat atraktif dengan mengundang wisatawan untuk ikut menari bersama. Sebagai penutup, ditampilkanlah tarian Sigale-gale. Alkisah sigaale-gale adalah nama sebuah patung yang terbuat dari kayu yang berfungsi sebagai pengganti anak raja Samosir yang telah meninggal. Untuk menghibur raja maka dibuatlah patung kayu yang di beri nama sigale-gale dan di gerakkan oleh manusia. Pertunjukan berakhir pukul 11.30. Tak terasa waktu berjalan sangat cepat. Kamipun tak memiliki waktu banyak, sehingga kami melewatkan museum dan replika kapal kayu kuno yang sering digunakan oleh penduduk Toba ratusan tahun yang lalu.

12.30 - Mobil sewaan yang kami tumpangi memasuki pelabuhan Tomok. Kapal Ferry Tao Toba II yang akan membawa kami kembali ke kota Parapat telah berlabuh. Satu persatu kendaraan berjalan pelan masuk ke dalam lambung kapal seiring pikiran yang menerawang menikmati keindahan alam semula jadi yang ditawarkan kawasan ini. Sampai jalan, Pulau Samosir…

7 Comments:

Blogger Unknown said...

wuanjrit mantep bgt masih bisa liburan.... ke luar jawa pula.

bener2 deh si an69a ini..

Thursday, June 07, 2007 3:21:00 PM  
Blogger RRR said...

woi..gak ngajak2 ya ke danau toba.

Thursday, June 07, 2007 4:52:00 PM  
Anonymous Anonymous said...

hah?? haree geenee masih bisa liburan, jalan-jalan? kemaren waktu gw baca sekilas, gw pikir lo baru es-pe-jeh-an. hari ini gw baca lagi, tenyata liburan sendiri. buset.

Monday, June 11, 2007 9:23:00 PM  
Anonymous Anonymous said...

Hmm..danau toba emang aseeek. Masalahnya, gw di sana cuma makan padang mulu..hehehehehe. Mo coba naniura *CMIIW*, tapi ga tau yang recommended di mana

Wednesday, June 13, 2007 1:58:00 PM  
Anonymous Anonymous said...

great blog dude!

Tuesday, June 26, 2007 10:32:00 AM  
Anonymous Anonymous said...

hi..saya baca comment kamu mengenai perjalanan kamu ke Danau toba...
gud... kamu suka naek ferri Tao Toba? menurut kamu gimana? aman?
kebetulan papi saya ownernya..
thx and balik lagi ya ke danau Toba

Sue, Penn, USA

Friday, July 13, 2007 8:28:00 AM  
Blogger An69a said...

To: Sue

Actually, i'm a frequent visitor to Toba. Saya pernah tingal di Medan 5 tahun (1995-2000). Dulu sih setahun sekali minimal 2 kali saya ke danau Toba, baik hanya ke Parapat maupun berkeliling Samosir (it's a must!). Sebelum kerja di Jakarta, I used to be a local traveler. I've been to Nias and up to discover the whole Aceh province including Sabang before the tsunami & so-called rebel movement.

Wow..it's a pleasure for me to know the daughter of the Tao Toba's owner. Ferrinya menurut saya baik, hanya sarana pelabuhannya yang semestinya bisa lebih diperindah, karena merupakan gerbang ke Pulau Samosir. Takut? engga-lah, saya udah bolak balik naik kapal pelni jakarta-medan, sama naik ferry 10 jam dari Sibolga ke Nias hehe.

So, does Penn stand for Pennsylvania? I bet you're not one of those who were captured during ICE operation? ;)

Friday, July 13, 2007 2:10:00 PM  

Post a Comment

<< Home